ARTIKEL DESAIN DIDAKTIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI BALOK DAN KUBUS DI KELAS IV SEKOLAH DASAR
DESAIN DIDAKTIS
KEMAMPUAN
PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA
PADA
MATERI BALOK DAN KUBUS DI KELAS IV SEKOLAH DASAR
Dewi Novi Lestari
Dede Nurhidayah
Hervina Heryanti
Program S1 PGSD UPI Kampus
Tasikmalaya
Abstrak
Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh learning obstacle yang dialami siswa kelas IV
SD ketika kesulitan untuk menyelesaikan soal pemahaman matematis pada konsep balok
dan kubus. Siswa belum memahami terkait konsep balok dan kubus. Maka dengan hal itu peneliti menyusun dan mengembangkan
desain didaktis. Lokasi
penelitian berada di SD Negeri 1 Pengadilan. Penelitian ini
menggunakan Penelitian Desain Didaktis. Analisis datanya menggunakan metode kualitatif. Instrumen dalam peneletian
ini menggunakan instrumen berupa tes tertulis. Peneliti pun menyusun alur proses pembelajaran berupa HLT beserta ADP. Hasil penelitian ini
adalah suatu desain didaktis alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran
matematika SD.
Kata kunci: Desain didaktis, learning obstacle, HLT, ADP,
pemahaman matematis, konsep balok dan kubus, pembelajaran matematika
Pendahuluan
Pembelajaran geometri
pada konsep balok dan kubus sangat penting dipelajari untuk siswa SD. Konsep
ini, sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada bentuk
benda-benda di lingkungan sekitar. Hal tersebut sejalan dengan NCTM (2000) yang menjelaskan bahwa terdapat lima standar isi dalam pembelajaran
matematika yang salah satunya adalah
geometri (geometry). Geometri ini menjadi salah satu cabang matematika yang dipelajari dalam
matematika di sekolah. Geometri memiliki peluang lebih besar untuk dipahami
siswa dibandingkan cabang matematika yang lain karena ide-ide geometri seperti
titik, garis, bidang dan ruang sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka
masuk sekolah.
Namun, meski
geometri sudah dipelajari di sekolah, hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa
geometri kurang dikuasai oleh sebagian besar siswa. Hal tersebut didukung oleh
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SDN I Pengadilan. Hasil
studi pendahuluan menunjukkan bahwa banyak siswa tidak dapat menjawab dengan
benar ketika diberikan soal:
Learning
obstacle studi
pendahuluan no. 1
Berdasarkan respon siswa pada gambar
di atas, terlihat bahwa siswa masih belum memahami konsep bangun ruang. Ada
siswa yang memang belum mengetahui seperti apa bentuk bangun ruang dan apa
bangun ruang itu.
Learning obstacle studi pendahuluan no. 3, no.4 dan no.6
Berdasarkan respon siswa pada gambar di
atas, siswa belum memahami konsep balok dan kubus. Pada soal no. 3 siswa belum
bisa mengelompokkan beberapa gambar yang termasuk balok. Pada soal no. 4 siswa
belum memahami unsur-unsur pada balok dan kubus. Sedangkan, pada soal no. 6
siswa belum mampu mengungkapkan secara tertulis perbedaan balok dan kubus. Dari beberapa
respon di bawah ini, terlihat bahwa siswa belum bisa menggambarkan balok dan kubus. Selain itu, karena disediakan titik-titik untuk menjawab soal, siswa malah
menjadi bingung untuk menghubungkan titik-titik itu. Berikut merupakan beberapa
respon siswa terkait menggambar balok dan kubus:
Learning obstacle studi pendahuluan no. 5
Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan ternyata siswa mempunyai hambatan belajar (learning obstacle) pada materi
bangun ruang khususnya balok dan kubus. Padahal materi tersebut telah dijelaskan pada
pembelajaran sebelumnya di kelas IV semester 2. Namun kebanyakan siswa menjawab
lupa dengan pembelajaran tersebut. Hal ini mungkin disebabkan karena
pembelajaran kurang bermakna untuk siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka ada
beberapa rumusan masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini. Diantaranya: 1) bagaimana
learning obstacle yang terkait dengan
kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi balok dan kubus? 2) bagaimana desain
didaktis bahan ajar berbasis pengembangan kemampuan pemahaman matematis siswa
pada materi balok dan kubus? 3) bagaimana implementasi desain didaktis bahan
ajar berbasis pengembangan kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi
balok dan kubus. Dengan demikian, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mengimplementasikan desain didaktis bahan ajar berbasis
pengembangan kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi balok dan kubus.
Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran
Kemampuan Pemahaman Matematis
Menurut
Purwanto (dalam Happisari, 2013) yang
dimaksud ‘pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan
testee mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang
diketahuinya’. Dalam hal ini testee
tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. Sejalan
dengan hal tersebut, Driver (dalam Ningsih,
2010) menyatakan bahwa ‘pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu
situasi atau suatu tindakan’.
Dari
pengertian tersebut ada tiga aspek pemahaman yaitu mengenal, menjelaskan, dan
menginterpretasi/menarik kesimpulan. Selain itu, Winkel (dalam Happisari, 2013)
menyatakan bahwa ‘pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dan arti
dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan
isi pokok dari suatu bacaan, mengubah
data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke
bentuk lain seperti rumus matematika ke bentuk kata-kata, membuat
perkiraan tentang kecenderungan atau yang nampak dalam data tertentu seperti
dalam grafik’.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa pemahaman adalah kemampuan
untuk memahami suatu konsep, situasi dan fakta, sehingga konsep, situasi dan
fakta tersebut dapat dijelaskan dan diinterpretasikan dengan bahasa sendiri.
Pemahaman
siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (dalam Kesumawati, 2008) dapat
dilihat dari kemampuan siswa dalam:
1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan. 2) Membuat contoh dan non
contoh. 3) Mempresentasikan
suatu konsep dengan model, diagram dan simbol. 4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk
yang lain. 5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep. 6) Mengidentifikasi
sifat-sifat atau konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu
konsep. 7) Membandingkan
dan membedakan konsep-konsep.
Pemahaman matematika dapat dipandang sebagai proses dan
tujuan dari suatu pembelajaran matematika. Pemahaman matematik sebagai proses,
berarti pemahaman matematik adalah suatu proses pengamatan kognisi yang tidak
langsung dalam menyerap pengertian dari konsep atau teori yang dipahami pada
keadaan dan situasi-situasi yang lainnya. Sedangkan sebagai tujuan, pemahaman
matematik berarti suatu kemampuan memahami konsep, membedakan sejumlah
konsep-konsep yang saling terpisah, serta kemampuan melakukan perhitungan
secara bermakna pada situasi atau permasalahan-permasalahan yang lebih luas.
Selanjutnya Munir (dalam Ningsih, 2010) mengemukakan
bahwa:
pemahaman matematika akan mampu menjelaskan atau membedakan sesuatu,
kemampuan itu menyangkut: (1) penerjemahan (interpreting),
yaitu verbalisasi atau sebaliknya, (2) memberikan contoh (exemplifying), yaitu menemukan contoh-contoh yang spesifik, (3)
mengklasifikasikan (classifying),
yaitu membedakan sesuatu berdasarkan kategorinya, (4) meringkas (summarizing), yaitu membuat ringkasan
secara umum, (5) berpendapat (inferring),
yaitu memberikan gambaran tentang kesimpulan yang logis, (6) membandingkan (comparing), yaitu mendeteksi hubungan
antara 2 ide atau objek, (7) menjelaskan (explaining),
yaitu mengkonstruksi model sebab-akibat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman
matematika siswa menunjukkan kemampuan memahami materi pembelajaran, dari
pemahaman ini akan mampu menjelaskan atau membedakan sesuatu. Berdasarkan
berbagai pendapat dan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemahaman matematis adalah berupa salah satu tujuan penting dalam pembelajaran
matematika yang dalam pelaksanaannya
bukan hanya sebagai hafalan materi saja, namun lebih kepada pemahaman
siswa terhadap konsep materi pembelajaran matematika itu sendiri.
Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research)
Sebelum proses pembelajaran
berlangsung, seorang guru biasanya membuat perancanganan (desain) pembelajaran
agar urutan aktivitas situasi didaktis dapat diupayakan terjadi. Desain didaktis
dirancang guna mengurangi munculnya hambatan belajar (learning obstacle). Menurut Suryadi (2013, hlm. 12), Penelitian Desain
Didaktis atau Didactical Design Research terdiri atas tiga tahapan, yaitu :
(1) Analisis
situasi didaktis sebelum pembelajaran (prospective analysis) yang
wujudnya berupa Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP, (2) analisis Metapedadidaktik,
dan (3) analisis restrosfektif (restrospective analysis) yakni analisis
yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis
Metapedadidaktik. Dari ketiga tahapan
ini akan diperoleh desain didaktis empirik yang tidak tertutup kemungkinan
untuk disempurnakan melalui tiga tahapan DDR tersebut.
Metapedadidaktik
Dalam proses
pembelajaran terdapat hubungan didaktis yang terjadi antara guru, siswa dan
materi pembelajaran. Hubungan
Guru-Siswa-Materi tersebut digambarkan
oleh Kansanen (dalam Suryadi, 2013, hlm. 5) sebagai sebuah Segitiga Didaktik
yang menggambarkan hubungan didaktis (HD) antara siswa dan materi, serta hubungan
pedagogis (HP) antara guru dan siswa dan hubungan antisipatif guru-materi yang
selanjutnya bisa disebut sebagai Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP)
sebagaimana diilustrasikan pada gambar segitiga didaktis Kansanen yang
dimodifikasi berikut ini.
Gambar 1. Segitiga Didaktis yang
Dimodifikasi
Pada gambar tersebut,
terlihat bahwa peran seorang guru merupakan yang paling utama. Selain perlu
menguasai materi ajar, guru juga perlu mengetahui hal lain yang terkait dengan
siswa serta mampu menciptakan situasi pembelajan yang ideal bagi siswa. Dengan
kata lain, guru harus mampu mengkolaborasikan ketiga komponen tersebut untuk
menciptakan situasi pembelajaran secara utuh dan sesuai dengan siswa.
Menurut Brousseau
(1997) “Untuk menciptakan situasi didaktis maupun pedagogis yang sesuai, dalam
menyusun rencana pembelajaran guru perlu memandang situasi pembelajaran secara
utuh sebagai suatu obyek”. Dengan demikian, guru harus mampu memprediksi
berbagai kemungkinan respon siswa baik yang memerlukan tindakan didaktis maupun
pedagogis yang perlu diantisipasi. Kemampuan guru yang telah dijelaskan di atas
disebut sebagai metapedadidaktik. Sejalan dengan hal itu, Suryadi (2013, hlm.
9) menyatakan bahwa :
Metapedadidaktik
adalah kemampuan guru untuk: (1) memandang komponen-komponen segitiga didaktis
yang dimodifikasi yaitu ADP, HD, dan HP sebagai suatu kesatuan yang utuh, (2)
mengembangkan tindakan sehingga tercipta situasi didaktis dan pedagogis yang
sesuai kebutuhan siswa, (3) mengidentifikasi serta menganalisis respon siswa
sebagai akibat tindakan didaktis maupun pedagogis yang dilakukan, (4) melakukan
tindakan didaktis dan pedagogis lanjutan berdasarkan hasil analisis respon
siswa menuju pencapaian target pembelajaran.
Menurut Suryadi (2013,
hlm. 9) metapedadidaktik meliputi tiga komponen yang terintegrasi yaitu
kesatuan, fleksibilitas, dan koherensi. Komponen kesatuan berkenaan dengan
kemampuan guru untuk memandang sisi-sisi segitiga didaktis yang dimodifikasi
sebagai sesuatu yang utuh dan saling berkaitan erat. Komponen fleksibilitas
merupakan sebuah rencana terhadap prediksi renspon siswa, serta antisipasinya
yang dipikirkan sebelum peristiwa pembelajaran berlangsung. Komponen ketiga
adalah koherensi yaitu situasi didaktis yang diciptakan guru sejak awal
pembelajaran, situasi didaktis ini tidaklah bersifat statis karena pada saat
pembelajaran respon siswa yang muncul berbeda-beda yang dilanjutkan dengan
tindakan didaktis atau pedagogis yang diperlukan. Dengan demikian, metapedadidaktik
merupakan strategi yang dimiliki guru untuk memperoleh solusi dan pengalaman
pengajaran dalam berbagai situasi pembelajaran yang menantang dan tak
terprediksikan, sehingga dapat dijadikan bahan refleksi dan evaluasi untuk
perbaikan kualitas pembelajaran selanjutnya.
Teori-teori
Pembelajaran yang Relevan
1.
Pendidikan
Matematika Realistik
Freudenthal (Hadi,
2005: 7) berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics
(penerima pasif yang sudah jadi). Jadi, siswa harus terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran. Siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali
matematika dengan cara mereka sendiri. Selanjutnya Hadi (2005 : 37)
mengemukakan bahwa di dalam PMR, pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang
riil sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna.
2. Teori
Jerome Bruner
Bruner
(dalam Suwangsih dan Tiurlina, 2010, hlm. 86) menganggap bahwa berusaha sendiri
untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Bruner juga mengungkapkan bahwa siswa
harus berpartisipasi aktif untuk memperoleh pengalaman dan melakukan
eksprerimen-eksperimen yang membuat siswa menemukan suatu konsep. Belajar
penemuan akan meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan memberikan motivasi untuk
terus belajar sampai siswa menemukan penyelesaiannya. Adapun kelebihan
pengetahuan yang diperoleh siswa melalu belajar penemuan diantaranya akan
bertahan lama dalam ingatan siswa, memudahkan siswa dalam penerapannya, dan
meningkatkan penalaran siswa serta melatih kognitif siswa untuk memcahkan
masalah tanpa bantuan orang lain. Bruner
(dalam Suwangsih dan Tiurlina, 2010, hlm. 86) mengemukakan bahwa dalam proses
belajar, siswa melewati tiga tahapan yaitu: enaktif, ikonik dan simbolis.
3. Teori
Van Hiele
Van
Hiele (dalam Suwangsih dan Tiurlina, 2010, hlm. 91) menyatakan bahwa terdapat lima
tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu sebagai berikut: tahap
pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.
Kerangka
Pemikiran
Desain didaktis kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi balok dan kubus yang dibuat ini, diharapkan
dapat memberikan makna terhadap pembelajaran balok dan kubus
itu sendiri yang berawal dari kehidupan sehari-hari dan memperhatikan
karakteristik learning obstacle siswa
yang muncul, kemudian membuat
pembelajaran yang bermakna untuk siswa dengan menggunakan media pembelajaran
yang langsung mengajak siswa untuk berperan aktif. Desain didaktis bahan ajar koneksi matematika ini akan meminimalisir
learning obstacle yang muncul dan menambah pemahaman siswa terkait
materi balok dan kubus.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Desain Didaktis. Analisis datanya menggunakan metode
kualitatif. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus
penelitian yaitu mengkaji kesulitan belajar siswa dalam konsep balok dan kubus
sehingga menjadi suatu dasar untuk merancang suatu desain didaktis dan bahan
ajar agar dapat mengantisipasi kesulitan belajar tersebut serta dapat
mengembangkan kemampuan pemahaman
matematis siswa. Adapun
prosedur penelitian yang dilakukan
diantaranya: prospective analysis, eksperiment dan retrospective analysis.
Dalam
penelitian ini, peneliti menyusun instrumen tambahan yang berupa tes tertulis berbentuk essay. Selain itu juga peneliti menyusun hypothetical
learning trajectory (HLT) beserta antisipasinya. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui instrumen tes berupa soal,
observasi partisipatif, wawancara, angket dan dokumentasi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil
penelitian yang akan disajikan diantaranya mencakup desain didaktis awal dan
desain revisi.
Desain Didaktis Kemampuan
Pemahaman Matematis Siswa pada Materi Balok dan Kubus
Desain
didaktis ini disusun untuk meminimalisir learning obstacle yang telah terungkap. Desain
pembelajaran ini merupakan salah satu tahapan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Prospective Analysis Desain Awal
Kegiatan
pembelajaran pemahaman matematis pada materi balok dan kubus ini berawal dari
kehidupan sehari-hari siswa tentang benda-benda yang berbentuk balok dan kubus,
diantaranya buku, penghapus, rubik, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan
Pendidikan Matematika Realistik yang berangkat dari dunia nyata supaya siswa
dapat terlibat dalam proses pembelajaran yang bermakna. Desain pembelajaran
diawali dengan menunjukkan contoh-contoh bangun ruang seperti kotak pensil,
bungkus pasta gigi, dan lain-lain. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan
menganalisis unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang. Kegiatan ini, diawali
dengan media yang sudah disediakan yaitu kotak pensil untuk menunjukkan
unsur-unsur tersebut. Pada tahap selanjutnya peneliti menggambarkan contoh
bangun ruang di papan tulis.
Kegiatan dilanjutkan dengan menghubungkan
unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang dengan ciri-ciri balok dan kubus.
Analisis terhadap ciri-ciri yang terdapat pada bangun ruang dilakukan melalui
media yang tersedia. Pembelajaran dilanjutkan dengan melihat gambar yang telah
tersedia di papan tulis. Siswa melihat bentuk bangun ruang kubus dalam bentuk
gambar. Disini perlu ditekankan bahwa kubus itu sisinya berbentuk persegi dan
bukan gambarnya yang persegi. Kemudian siswa dibagi menjadi tujuh kelompok dan
mengerjakan LKS secara berkelompok.
Dalam kegiatan akhir, peneliti memberikan soal
evaluasi yang harus dikerjakan secara mandiri oleh tiap siswa dengan tujuan
melihat sejauh mana kemampuan tiap siswa dalam memahami materi bangun ruang
balok dan kubus dipembelajaran desain awal ini.
Implementasi Desain Didaktis Awal (Eksperiment)
Dengan
mengimplementasikan desain didaktis tersebut dapat diperoleh antara lain:
1.
Pengembangan pemahaman konsep bangun
ruang
Pada
bagian ini, proses pembelajaran diawali dengan menunjukkan contoh-contoh bangun
ruang seperti kotak pensil, bungkus pasta gigi, dan lain-lain. Selanjutnya,
peneliti menggali pengetahuan awal siswa mengenai pengertian bangun ruang.
Tahap
pengenalan konsep bangun ruang
Kegiatan
pembelajaran dilanjutkan dengan menganalisis unsur-unsur yang terdapat pada
bangun ruang. Kegiatan ini, diawali dengan media yang sudah disediakan yaitu
kotak pensil untuk menunjukkan unsur-unsur tersebut. Hal tersebut sesuai dengan
teori Brunner yang pertama yaitu enaktif. Selain itu, siswa pun dituntut untuk
memahami unsur-unsur bangun ruang selain pada bangun ruang sebenarnya juga pada
gambar.
Menganalisis
unsur-unsur bangun ruang
Adanya tuntutan itu, maka pada tahap
selanjutnya peneliti menggambarkan contoh bangun ruang di papan tulis. Dalam
hal ini, siswa dituntun untuk menunjukkan dan memahami unsur-unsur bangun ruang
pada gambar yang telah dibuat. Selanjutnya, salah seorang siswa diminta untuk
maju kedepan dan menunjukkan unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang.
Kegiatan siswa dalam pembelajaran
2.
Pengembangan pemahaman konsep balok dan
kubus
Kegiatan pembelajaran pada bagian
ini, diawali dengan menunjukkan kembali bangun ruang yang telah disediakan. Siswa menyebutkan nama
dari bangun ruang yang dipegang guru,
kemudian secara aktif menyebutkan nama dari bangun
ruang tersebut. Berdasarkan antispasi yang telah dibuat, masih ada siswa yang
belum mengetahui balok maupun kubus. Namun, hal tersebut dapat teratasi.
Selanjutnya, menghubungkan unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang dengan
ciri-ciri balok dan kubus. Analisis terhadap ciri-ciri yang terdapat pada
bangun ruang dilakukan melalui media yang tersedia. Siswa dalam kegiatan ini
memperhatikan dengan seksama.
3.
Pengembangan pemahaman konsep balok dan
kubus melalui gambar
Pada bagian ini, pembelajaran
dilanjutkan dengan melihat gambar yang telah tersedia di papan tulis. Siswa
melihat bentuk bangun ruang kubus dalam bentuk gambar. Disini perlu ditekankan
bahwa kubus itu sisinya berbentuk persegi dan bukan gambarnya yang persegi. Hal
tersebut berdasarkan antisipasi masih adanya siswa yang memahami bahwa kubus
itu persegi. Kegiatan ini menemukan siswa mengenal bentuk persegi dengan
sebutan persegi empat. Peneliti mencoba meluruskan bahwa sisinya itu persegi
bukan persegi empat.
Selanjutnya, siswa dibentuk kedalam
tujuh kelompok. Dalam pembentukannya terjadi kegaduhan, karena ada kesalahan
ketika proses pembagiannya. Setelah itu, kegiatan pembelajaran dapat
dikendalikan kembali. Setiap kelompok diberi LKS. Siswa saling bekerjasama
dalam proses pengerjaannya.
Pengerjaan LKS secara berkelompok
Peneliti membimbing dan mengarahkan siswa pada saat pengerjaan LKSkepada setiap kelompok,
dengan tujuan agar tetap kondusif. Setelah
selesai, peneliti mengulas dan
meluruskan jawaban yang diberikan siswa.
Konfirmasi materi setelah pengerjaan LKS
Kemudian meminta
siswa untuk menggambarkan balok dan kubus di papan tulis. Sedangkan, siswa lainnya diminta untuk memperhatikan bagaimana cara
menggambar bangun ruang.
Kegiatan siswa saat menggambar bangun ruang
Desain ini perlu dipertahankan,
karena dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi balok dan
kubus. Selain itu, pembelajaran ini sesuai dengan tahapan belajar matematika
menurut Brunner yaitu tahap ikonik yakni pembelajaran dengan memakai gambar. Akan
tetapi, desain didaktis ini perlu dilakukan perbaikan supaya siswa tidak
mengalami kesulitan dalam memahami soal.
Restrospective Analysis Desain Awal
Desain didaktis awal yang
diimplementasikan harus diperbaiki sehingga disusunlah desain didaktis revisi. Beberapa revisi
yang dilakukan yakni terkait dengan konteks soal, prediksi respon, bentuk penyajian dan waktu.
Desain
Didaktis Revisi
Berdasarkan hasi revisi
dari desain awal, desain ini lebih menarik minat siswa untuk mengikuti
pembelajaran sekaligus mempermudah siswa dalan memahami materi mengenai konsep
balok dan kubus. Selain itu, desain ini dilengkapi dengan kegiatan berupa kuis,
agar materi yang disampaikan lebih bermakna. Kegiatan ini pun, dapat memancing
ketertarikan siswa pada pembelajaran matematika.
Simpulan
Artikel ini telah menyajikan bagian
dari hasil penelitian model desain didaktis kemampuan pemahaman matematis pada
materi balok dan kubus yang dapat diimplementasikan untuk siswa kelas IV SD.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain didaktis dapat digunakan sebagai
alternatif bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan, desain didaktis ini dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan
secara lebih mendalam oleh peneliti lain.
Pustaka Rujukan
Ariatna, Ikhsan. (2013). Desain Didaktis Bahan Ajar Koneksi
Matematika pada Konsep Luas Daerah Trapesium. (Skripsi). Universitas
Pendidikan Indonesia, Tasikmalaya.
Badan Standar Nasional
Pendidikan. (2006). Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Brousseau, G. (1997). Theory of Didactical Situation in
Mathematics. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers
Budhayani, Clara Ika
Sari, dkk. (2009). Pemecahan Masalah
Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Hadi,
Sutarto. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
Banjarmasin: Tulip.
Happisari,
Riana. (2013). Pembelajaran dengan Metode IMPROVE untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII A SMP Negeri 1 Karangmoncol. (Tesis). Universitas Muhammadiyah
Purwokerto, Purwokerto.
Hernawan, A.H., Asra., & Dewi, L. (2010). Belajar dan Pembelajaran SD. Bandung:
UPI Press.
Kesumawati, Nila.
(2008). Pemahaman konsep Matematik dalam
Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. FKIP Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang. tidak diterbitkan.
Murizal, A., dkk.
(2012). Pemahaman konsep
matematis dan model pembelajaran quantum
teaching. Jurnal Pendidikan Matematika, 1 (1), hlm. 19-23.
Mustaqim, B., dan Ary Astuty. (2008). Ayo Belajar Matematika Untuk SD dan MI Kelas
IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
NCTM. (2000). Principles and Standars for School
Mathematics. United States of America: The National Council of Teachers of
Mathematics, Inc.
Ningsih, R.E.R.
(2010). Penerapan
Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Media Autograph Untuk
Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa SMA. Universitas
Negeri Medan, Medan.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suryadi, D. (2013).
Didactical Design Research (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika (hlm. 3-12). Cimahi: STKIP Siliwangi.
Suwangsih, E., dan
Tiurlina. (2010). Model Pembelajaran
Matematika. Bandung: UPI Press.
Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Widati, Retno. (2010). Peningkatan Pemahaman Konsep Sifat-Sifat
Bangun Ruang (Matematika) Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pada Siswa Kelas V Sd Negeri 01 Malangjiwan Tahun Pelajaran 2009/2010. (Skripsi). FKIP
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Comments
Post a Comment