Lingkungan Pendidikan


BAB II
PEMBAHASAAN

A.    Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang hadir di luar diri individu.Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial-budaya. Di dalam lingkungannya anak memperoleh berbagai pengalaman, sehingga lingkungan sekitar dimana anak hidup akan turut mempengaruhi perkembangan pribadinya.
Lingkungan pendidikan adalah suatu tempat dengan situasi dan kondisi sosialbudaya yang ada dimana pergaulan pendidikan berlangsung.Secara garis besar, lingkungan pendidikan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

B.     Pengemban Tanggung Jawab Pendidikan
Dalam kehidupan dewasa ini anak tidak cukup dididik di dalam lingkungan keluarganya saja, melainkan perlu pula dididik dilingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.Pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan peerintah.Namun demikian, tanggung jawab kodrati berada pada orang tuanya.
Tanggung jawab orang tua atas pendidikan anaknya tidak berakhir karena orang tua menyekolahkan anaknya. Keterbatasan kemampuan orang tua untuk melaksanakan jenis pendidikan tertentu bagi anaknya, maka ia mewakilkan sebagian tanggung jawabnya kepada sekolah atau kepada para guru. Sebaliknya, apabila kita melihat dari pihak sekolah atau para guru, anggota masyarakat, anggota profesi dan/atau sebagai aparat pemerintah, maka guru bertanggung jawab juga atas pendidikan anak-anak didiknya dan sekaligus bertanggung jawab pula atas mandat untuk mewakili tanggung jawab pendidikan dari orang tua anak didik yang bersangkutan.Selain itu, karena anak pun hidup dan bergaul di masyarakat dan suatu negara, maka setiap anggota masyarakat yang telah dewasa dan pihak pemerintah juga seharusnya bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak sebagai warga masyarakat.Sehubungan dengan itu, kerjasama dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pendidikan itu hendaknya berlangsung secara sinergi.

C.     Lingkungan Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya unit sosial terkecil atau keluarga itu terdapat di setiap tempat di dunia (universe).Dalam arti sempit, keluarga adalah unit sosial yang terdiri atas dua orang (suami, istri) atau lebih (ayah, ibu dan anak) berdasarkan ikatan pernikahan; sedangkan dalam arti luas, keluarga adalah unit sosial berdasarkan hubungan darah atau keturunan, yang terdiri atas beberapa keluarga dalam arti sempit.
1.      Jenis-jenis Keluarga
Menurut Kamanto Sunarto (1993: 159-160), keluarga dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk.Berdasarkan keanggotaannya, keluarga dibedakan menjadi keluarga batih (nuclear family) dan kelurga luas (extended family).Keluarga batih adalah keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak; sedangkan keluarga luas adalah keluraga yang terdiri atas beberapa keluarga batih. Berdasarkan garis keturunannya, keluarga dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu: keluarga patrilinial (garis keturunan ditarik dari pihak pria atau ayah); keluarga matrilineal (garis keturunan ditarik dari pihak wanita atau ibu), dan keluarga bilateral (garis keturunan ditarik dari pria dan wanita atau ayah dan ibu). Selain itu, berdasarkan pemegang kekuasaannya, keluarga dibedakna menjadi: keluarga patriarhat (patriarchal) yaitu dominasi kekuasaan berada pada pihak ayah; keluarga matriarhat (matriarchal) yaitu dominasi kekuasaan berada pada pihak ibu; dan keluarga equalitarian yaitu ayah dan ibu mempunyai kekuasaan yang sama. Berdasarkan bentuk perkawainannya, keluarga dibedakan menjadi: keluarga monogamy yaitu pernikahan antara saatu orang laki-laki dan satu orang perempuan; keluarga poligami yaitu pernikahan antara satu orang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan; dan keluarga poliandri yaitu satu orang perempuan mempunyai lebih dari satu orang suami pada satu saat. Berdasarkan status sosial ekonominya, keluarga dibedakan menjadi: keluarga golongan rendah, keluarga golongan menengah, dan keluarga golongan tinggi. Selanjutnya berdasarkan keutuhannya, keluarga dibedakan menjadi: keluargautuh; keluarga pecah atau bercerai; dan keluarga pecah semu yaitu keluarga yang tidak bercerai tetapi hubungan antara suami dengan istri dan dengan anak-anaknya sudah tidak harmonis lagi. Selain keluarga tidak utuh karena bercerai dan pecah semu, dikenal pula jenis keluarga tidak utuh karena diantara kepala keluarga atau anggota keluarganya ada yang telah meningal dunia.
2.      Fungsi keluarga
Keluarga memiliki beberapa fungsi, antara lain fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi sosialisasi, fungsi rekreasi, fungsi orientasi dan lain-lain. Namun demikian, menurut ahli antropologi terdapat fungsi-fungsi keluarga yang bersifat universal. George Peter Murdock (Sudardja Adiwikarta, 1988:67) mengemukakan empat fungsi keluarga yang bersifat universal, yaitu:
a.       Sebagai pranata yang membenarkan hubungan seksual antara pria dan wanita dewasa berdasarkan pernikahan.
b.      Mengembangkan keturunan.
c.       Melaksanakan pendidikan.
d.      Sebagai kesatuan ekonomi.
3.      Orang Tua (Ayah dan Ibu) sebagai Pengemban Tanggung Jawab Pendidikan Anak
Salah satu fungsi keluarga yang bersifat universal adalah melaksanakan pendidikan.Secara kodrati orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak, dan atas kasih sayangnya orang tua mendidik anak.
Orang yang berperan sebagai pendidik bagi anak di dalam keluarga, utamanya adalah ayah dan ibu.Namun demikian, selain mereka saudara-saudaranya yang sudah dewasa yang masih tinggal serumah pun aan turut bergal dengan anak, sehingga aan turut mempengaruhi bahkan mendidiknya. Apalagi dalam keluarga luas (extended family), kakek, nenek, paman, bibi, bahkan pembantu rumah tangga pun turut serta bergaul dengan anak, mereka juga akan turut mempengaruhi atau mendidik anak. Menyimak hal itu, pergaulan pendidikan di dalam keluarga terkadang tidak berlangsung hanya dilakukan oleh orang tua dan anaknya saja.
4.      Keluarga merupakan Lingkungan Pendidikan yang Bersifat Wajar atau Informal
Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar tanggung jawab kodrati dan atas dasar kasih sayang yang secara naluriah muncul pada diri orang tua.Sejak anaknya lahir orang tua sudah terpanggil untuk menolongnya, melindunginya, dan membantunya.Di dalam keluarga, pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan cara-cara yang artificial, melainkan bersifat wajar.
5.      Keluarga sebagai Peletak Dasar pendidikan Anak
Sejak kelahirannya, anak mendapatkan pengaruh dan pendidikan dari dan di dalam keluarganya. Pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga sejak anak masih kecil akan menjadi dasar sebagai bagi pendidikan dan kehidupannya di masa datang. Hal ini sebagimana dikemukakan M.I. Soelaeman (1985) bahwa: “pengalaman dan perlakuan yang didapat anak dari lingkungannya semasa kecil – dari keluarganya – menggariskan semacam pola hidup bagi kehidupan selanjutnya. Adler menyebut pola hidup ini dengan kata Leitlinie, yaitu semacam garis yang membimbing kehidupannya, yang – sadar atau tidak sadar – diusahakan anak untuk meraihnya”. Pengalaman yang diterima anak semasa kecil akan menentukan sikap hidupnya dikemudian hari. Sehubungan dengan itu keluraga merupakan peletak dasar pendidikan anak.
6.      Tujuan dan Isi Pendidikan dalam Keluarga
Sekalipun tidak ada tujuan pendidikan dalam keluarga yang tersurat, tetapi secara tersirat diketahui bahwa tujuan pendidikan dalam keluraga adalah agar anak menjadi pribadi yang mantap, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik dan bertanggng jawab.Memperhatikan tujuan tersebut, maka pendidikan keluarga dapat dipandang sebagai persiapan ke arah kehidupan anak dalam masyarakatnya.Adapun isi pendidikan dalam keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
7.      Fungsi pendidikan dalam Keluarga
Fungsi pendidikan dalam keluarga yaitu :
a.       Sebagai peletak dasar pendidikan anak.
b.      Sebagai persiapan kearah kehidupan anak dalam masyarakatnya.
8.      Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Pendidikan di dalam Keluarga
Berbagai faktor yang ada dan terjadi dalam keluarga akan turut menentukan kualitas hasil pendidikan anak. Jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang tua, kedudukan anak dalam ututan keanggotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status sosial ekonomi orang tua, dan sebagainya akan turut mempengaruhi pendidikan dalam keluarga, yang pada akhirnya akan turut pula mempengaruhi perkembangan pribadi anak.
9.      Karakteristik Pendidikan dalam Keluarga
Lingkungan pendidikan keluarga tergolong jalur pendidikan informal, adapun karakteristik pendidikan di dalam keluarga antara lain:
a.       Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada pengembangan karakter.
b.      Peserta didiknya bersifat heterogen.
c.       Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis.
d.      Tidak berjenjang.
e.       Waktu pendidikan tidak terjadwal secara ketat, relative lama.
f.       Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar.
g.      Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental.
h.      Credentials tidak ada dan tidak penting.

D.    Lingkungan Pendidikan Sekolah
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, lambat laun berdirilah suatu lingkungan pendidikan yang dinamakan sekolah. Istilah sekolah berasal dari kata Yunani schole (Latin: schola; Inggris: school). Pada awalnya di Yunani yang masih mengenal perbudakan, schole berarti “bebas dari pekerjaan”.Golongan masyarakat merdeka yang bebas dari pekerjaan mengisi waktu senggangnya untuk mengembangkan diri melalui percakapan-percakapan, ceramah, pembacaan karya ilmiah atau filsafat.Kemudian istilah schole berubah arti sebagai tempat dimana orang melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pengembangan diri tadi.Seiring dengan perkembangan kebudayaan masyarakat, pada abad ke-5 SM para kaum Sophis di Yunani mendirikan sekolah-sekolah untuk pendidikan para pemuda dari golongan bangsawan.Pada akhir abad ke-1 SM hal ini berkembang menjadi pendidikan Yunani Klasik dengan isi kurikulumnya yang meliputi Trivium (rhetorika, gramatika, dialektika) dan Quadrivium (geometri, arithmatik, astronomi, dan music).Sekolah terus berkembang, pada abad ketujuh berdiri sekolah-sekolah gereja dan katedral yang sampai diperluas menjadi universitas pada abad ke-13.Pada awalnya sekolah didirikan oleh masyarakat, tetapi selanjutnya masyarakat (lembaga-lembaga yang ada di masyarakat) bersama-sama pemerintah mendirikan dan menyelanggarakannya.Sekolah terus berkembang, sehingga muncul berbagai jenjang dan jenis sekolah dengan keragaman kurikulumnya.Singkatnya, berlangsunglah penyelenggaraan sekolah sebagaimana adanya dewasa ini.
Jika kita analisis, sekolah mewujudkan aktivitas khas dari kelakuan berpola yang ada di masyarakat; aktivitas khas ini dilakukan oleh sekelompok orang yang mempunyai struktur yang mencakup berbagai kedudukan dan peranan, missal: kepala sekolah, guru, siswa; aktivitas di sekolah mengacu kepada system ide, nilai, norma atau tata kelakuan tertentu; menggunakan berbagai peralatan; dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan.Dengan demikian, sekolah adalah salah satu pranata sosial yang memiliki tugas khusus untuk menyelenggarakan pendidikan. Waini Rasyidin dan M.I. Soelaeman menyatakan “Sekolah ialah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang kekhususan tugasnya ialah melaksanakan proses pendidikan”, (Odang Muctar, 1991).
1.      Komponen Sekolah
Sekolah memiliki struktur tertentu yang didukung oleh berbagai unsur atau komponen. Komponen sekolah antara lain terdiri atas:
a.       Tujuan pendidikan
b.      Sumber daya manusia seperti guru/pendidik, murid/siswa, laboran, pustakawan, tenanga administrasi, petugas kebersihan, dst
c.       Kurikulum (isi pendidikan)
d.      Media pendidikan dan teknologi pendidikan
e.       Sarana, prasarana, dan fasilitas
f.       Pengelola sekolah
Dari berbagi komponen sekolah yang ada, terdapat tiga komponen utama sekolah yang menjadi syarat agar sekolah dapat melaksanakan fungsi minimumnya, yaitu:
a.       Peserta didik
b.      Guru
c.       Kurikulum.

2.      Fungsi Pendidikan Sekolah
a.       Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan masyarakat
b.      Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan sosial)
c.       Fungsi integrasi sosial
d.      Fungsi mengembangkan kepribadian anak didik
e.       Fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan
f.       Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya
3.      Tujuan dan Isi pendidikan Sekolah
Secara umum sekolah memiliki tujuan pendidikan sejalan dengan fungsi-fungsi sekolah.tetapi setiap jenjang dan jenis sekolah tentunya memiliki kekhususan tujuan pendidikan masing-masing. Implikasinya, maka isi pendidikan di sekolah pun akan di sesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah yang bersangkutan. Adapun tujuan dan isi pendidikan masing-masing sekolah tentunya telah terusmuskan secara tertulis (formal) di dalam kurikulumnya.
4.      Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan Formal
Sekolah merupakan kesatuan kegiatan-kegiatan menyelenggarakan pembelajaran yang dilakukan oleh para petugas khusus dengan cara-cara yang terencana dan teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang tealh ditetapkan.
5.      Formalitas Sekolah Merembes ke dalam Kurikulum dan Pembelajaran
Formalitas sekolah berakar pada status para individu yang menjadi komponennya, serta system nilai dan norma yang serba resmi. Perlu kita sadari bahwa selanjutnya formalitas tersebut merembes kedalam kurikulum dan cara-cara pembelajaran. Contoh: belakangan disinyalir bahwa kurikulum formal sekolah berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang bersifat terpisah-pisah atau tidak terintegrasi. Dalam prakteknya, (kurikulum actual), cara-cara pembelajaran pun menjadi begitu formal, sehingga pembelajaran menjadi artificial (dibuat-buat), dan membosankan.Pendidikan tereduksi menjadi hanya sebatas pengajaran atau latihan saja.Semua ini pada akhirnya menimbulkan hasil pendidikan yang kurang sesuai dengan harapan masyarakat maupun individu. Misal: pendidikan di sekolah menjadi parsial/memihak hanya untuk mengembangkan aspek tertentu saja dari kpribadian peserta didik (terlalu bersifat intelektual), kurang mengembangkan keseluruhan aspek kepribadian peserta didik. Pendidikan di sekolah menjadi semakin jauh dari kenyataan di dalam masyarakatnya.Hasilnya banyak lulusan sekolah yang tidak memiliki kecakapan hidup, mereka tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya di dalam masyarakat, menganggur, “merasa asing hidup di dalam lingkungan masysrakatnya sendiri” dsb. Jika demikian halnya, jangan-jangan masyarakat akan setuju dengan Illich yang pernah menyerukan pembubaran sekolah sebagai mana dikemukakan dalam karyanya yang berjudul Deschooling Society (Ivan Illich, 1972).
6.      Karakteristik Pendidikan di Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah mempunyai karakteristik sebagi berikut:
a.       Secara factual, pendidikan di sekolah lebih menekankan kepada pengembangan kemampuan intelektual
b.      Peserta didiknya bersifat homogeny
c.       Isi pendidikannya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis
d.      Berjenjang dan bersinambungan
e.       Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relative lama
f.       Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artificial
g.      Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sestematis
h.      Credentials ada dan penting
Sekolah memang adalah lembaga pendidikan formal, tetapi barangkali perlu disadari bahwa formalitas sekolah itu jangan sampai mengurangi makna pendidikan dalam rangka membantu anak menuju kepada kedewasaannya. Dengan memperhatikan hal tersebut, kiranya sekolah akan tetap dibutuhkan dan didukung masyarakatnya.

E.     Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berintegrasi secara terorganisasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti cara hidup atau budaya tertentu. Masyarakat dapat dibedakan dalam berbagai jenis. Jenis masyarakat antara lain: masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Sekalipun secara umum masyarakat memiliki kesamaan, namun secar khusus tiap masyarakat akan mempunyai perbedaan-perbedaan. Perbedaan ini mungkin berkenaan dengan karakteristik daerah tempat tinggalnya, nilai-nilai budayanya dsb. Jenis masyarakat dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki suatu masyarakat, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pendidikan anak-anak di lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
1.      Fungsi Masyarakat sebagai Lingkungan Pendidikan bagi Anak
Anak tidak hanya bergaul di dalam keluarga dan sekolahnya, tetapi anak bergaul pula di dalam masyarakatnya.Banyak pengalaman dan pengaruh yang diperolah anak dari masyarakatnya. Di dalam lingkungn masyaraktnya, anak akan memperolah pengalaman tentang berbagai hal, antara lain berkenaan dengan lingkungan alamnya, seperti flora, fauna, dsb. Di dalam lingkungan masyarakatnya anak pun akan memperoleh pengaruh dari orang-orang yang ada di sekitarnya, baik dari teman sebaya maupun orang dewasa. Anak juga akan memperoleh pengaruh dari hasil karya masyarakat, baik melalui koran, buku, televise, internet, dll. Di dalam masyarakat, anak belajar tentang nilai-nilai dan peranan-peranan yang seharusnya mereka lakukan.Anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-temannya di luar rumah dan di luar lingkungan sekolah. Penyimpangan tingkah laku akan mendapat teguran agar segera disesuaikan. Di dalam masyarakat anak mempelajari hal-halyang baik dan bermanfaat. Selain itu, di dalam masyarakat juga terdapat berbagi lembaga pendidikan seperti: kursus-kursus, majelis taklim, pendidikan keterampilan, pendidikan kesetaraan, bimbingan tes, dll.yang akan turut mendidik anak.
Uraian diatas menggambarkan bahwa masyarakat merupakan tempat berlangsungnya pendidikan bagi anak, dan si dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar bagi anak.Tetapi sebaliknya, bahwa di dalam masyarakat pun terdapat potensi yang dapat memberikan pengaruh tidak baik bagi perkembangan pribadi anak. Hal-hal yang potensial berdampak tidak baik bagi perkembanagn pribadi anak tersebut mungkin terdapat dalam pergaulan yang berlangsung, maupun tidak langsung melalui berbagi media informasi dan telekomunikasi seperti televise, internet, dsb. Sehubungan dengan itu, pemerintah dan para orang dewasa hendaknya menyadari kemungkinan pengaruh positif dan pengaruh negative tersebut bagi perkembangan generasi mudanya.Dalam konteks pendidikan, pemerintah dan para orang dewasa yang ada di masyarakat idealnya bertanggung jawab dan berperan sebagai pendidik bagi anak-anak (generasi muda) yang ada di lingkungannya masing-masing.Maksudnya, bahwa mereka hendaknya dapat dengan sengaja menciptakan situasi lingkungan masyarakat agar memberikan pengaruh positif bagi anak-anak atau generasi mudanya.
Pelaksanaan pendidikan di masyarakat diharapkan seiring dan sejalan dengan pendidikan di dalam keluarga dan sekolah.sebagai tripusat pendidikan, terdapat hubungan saling melengkapi antara tiga lingkungan pendidikan tersebut. Karena itu pendidikan anak dalam lingkungan masyarakat dapat berfungsi sebagai pelangkap, penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan di dalam keluarga dan sekolah, bahkan dapat berfungsi sebagi pengganti pendidikan di sekolah.

2.      Tanggung jawab Pendidikan di Lingkungan Masyarakat
Pendidikan di lingkungan masyarakat harus menjadi tanggung jawab bersama para orang dewasa yang ada di lingkungn masyarakat yang bersangkutan.Demi terciptanya homogenitas atau konformitas di dalam masyarakat, demikaian pula demi terjadinya inovasi di dalam masyarakat, para orang dewasa hendaknya melaksanakan pendidikan bagi anak-anak (generasi muda) mereka. Pendidikan di dalam masyarakat ini dapat dilaksanakan secara melembaga maupun tidak melembaga
3.      Pendidikan Informal dalam Masyarakat
Pendidikan informal dalam masyarakat dapat beralngsung melalui adat kebiasaan, upacara adat, pergaulan di lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, dan bahkan percakapan biasa sehari-hari.Apabila kita analisis, semuanya itu tentunya mengandung muatan pengetahuan, nila-nilai, norma-norma, sikap, keterampilan, dst.yang dengan cara-cara yang wajar/informal dalam kehidupan sehari-hari (tidak dirasakan sebagai pendidikan oleh individu) diwariskan oleh masyarakat oleh generasi mudanya.Dalam konteks ini pendidikan merupakan pewarisan sosialyang berfungsi untuk melestarika nila-nilai budaya masyarakat.
4.      Pendidikan Nonformal di dalam Masyarakat
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara tersturktur dan berjenjang (Pasal 1 ayat (12) UU RI No.20 Tahun 2003).Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.Dalam hubungannya dengan pendidikan formal, pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Contoh: hasil belajar Paket Adapat disetarakan dengan hasil belajar di SD,dsb.
5.      Karakteristik Pendidikan di Masyarakat
Lingkungn pendidikan masyarakat memiliki karakteristik sebagi berikut:
a.       Secara factual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan keterampilan praktis
b.      Peserta didiknya bersifat heterogen
c.       Isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis, dan ada pula yang tidak terprogram secara tertulis
d.      Dapat berjenjang dan bersinambungan dan dapat pula tidak berjenjang dan tidak bersinambungan
e.       Waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relative singkat
f.       Cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artificial mungkin pula bersifat wajar
g.      Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis
h.      Credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada

Pendidikan anak berlangsung baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan tripusat pendidikan anak.Sebab itu, para orang tua, para orang dewasa (masyarakat), dan pemerintah hendaknya secara bersinergi bertanggung jawab dan memperhatikan pendidikan di ketiga lingkungn pendidikan itu.Pendidikan perlu dibina bukan hanya di dalam keluarga saja, bukan hanya di sekolah saja, bukan pula hanya di dalam masyarakat saja, melainkan di semua lingkungan tersebut.
            

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN HASIL OBSERVASI PENGELOLAAN KELAS DI SDI AL-AZHAR 33 TASIKMALAYA

LAPORAN OBSERVASI PENYIMPANGAN PERILAKU ANAK SD

LAPORAN KARYA WISATA ILMIAH KE YOGYAKARTA